Mirza: Perlu Kompromi Politik Amandemen UUD'45

Editor: mediaselektif.com author photo

MEDIASELEKTIF.COM - Munculnya gagasan penambahan periodesasi suksesi kepemimpinan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari maksimal dua menjadi tiga periode, dari sisi sudut pandang hukum tata negara sah-sah saja, asal sesuai dengan kebutuhan.

Guna memenuhinya, banyak mekanisme yang harus ditempuh.

Demikian praktisi hukum tata negara asal USU Dr Mirza Nasution kepada wartawan ketika dihubungi, Senin (28/6/2021).

Dikatakannya, wacana ini masih dinamis bergulirnya tergantung situasi politik hari ini. Banyak faktor yang mempengaruhi bisa atau tidaknya. Keniscayaan atau mungkin saja ada indikator- indikator atau sebab-sebabnya seperti presidential threshold diturunkan selama ini 20 persen partai besar yang dominan bisa mencalonkan. Ketika itu mampu diturunkan dengan kesepakatan di DPR baik 10 atau 5 persen maka akan bakal muncul calon-calon lain dari partai yang di luar partai besar. Tapi jika itu masih dipertahankan hanya partai besar lah bisa mencalonkan itu tergantung kompromi politik. Jadi jalannya harus dilaksanakan amandemen UUD 1945 kelima sebab dalam pasal 7 jabatan presiden hanya maksimal dua periode.

Kalau UUD 1945 belum diamandemen masih seperti yang sekarang hal itu tidak bisa melangkah untuk mencalonkan orang yang sama untuk maju dalam pemilihan presiden pada karena dibatasi konstitusi.

"Karenanya masyarakat jadi bingung dengan adanya wacana ini. Tetapi jika sudah bisa diamandemen itu kan sah-sah saja berdasarkan kesepakatan politik di Senayan," jelas Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Sumut ini.

Jalannya, lanjutnya, harus ada partai politik melakukan penurunan presidential threshold. 

Kemudian dilakukan amendemen, yang sebelumnya diawali dengan menyerap aspirasi masyarakat termasuk kampus-kampus sudah pas atau tidak dilaksanakan amandemen ini. 

Kalangan kampus khususnya melalui forum rektor akan diajak untuk membahas hal ini.

Jika sudah keluar kajian akademik baru didorong ke legislatif sebagai mekanisme aspirasi masyarakat.

Dalam kesempatan itu, ia juga menilai ambang batas partai mencalonkan presiden memang sudah selayaknya diubah agar partai di luar partai besar bisa mencalon sehingga calon yang muncul bisa banyak.

Hal ini guna menghindari adanya calon tunggal dengan pengajuan calon tidak hanya terfokus pada koalisi partai partai besar saja.

"Pertanyaannya apakah mereka (partai politik di Senayan) mau menurunkan presidential threshold ini atau sepakat dilaksanakannya amandemen kelima UUD 1945 ini. Hal ini masih belum final dan masih berkembang terus secara dinamis," ungkap Dosen Tata Negara USU ini.

Lebih lanjut, ia juga menilai munculnya wacana ini hanya sengaja dilontarkan untuk melihat reaksi dari masyarakat dan berbagai pihak yang ada terhadap wacana ini.

Termasuk sikap dari pengurus PDIP yang menolak wacana ini seperti yang mengemuka di media, ini belum mencerminkan dari pandangan partai mereka. "Ke depannya hal ini mungkin masih bisa berubah," ungkapnya. (Ir/MSC)



Share:
Komentar

Berita Terkini