MEDIASELEKTIF.COM - Gubernur Sumatera
Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi yang diwakili Kepala Badan Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah (BPKAD) Pemerintah Sumatera Utara, Agus Tripriyono, menekankan
kalau Sumut harus mengantisipasi isu yang menghalangi ekspor kelapa sawit ke
Uni Eropa.
Hal itu disampaikan Agus Tripriyono
dalam kata sambutan Gubernur Sumut saat membuka acara Workshop Road To May Day
2019, di Hotel Santika Premiere Dyandra Hotel Medan, Jalan Kapten Maulana Lubis
Medan, Kamis (28/3/2019).
Dalam acara yang bertemakan Sawit
Indonesia Ramah Anak ini, Gubernur Sumut menyebutkan ada tiga persyaratan
tambahan untuk sawit yang bisa masuk ke Uni Eropa selain dari kualitas, yaitu
kerusakan lingkungan, isu perburuhan dan isu pekerja anak.
“Selama ini banyak negara di dunia
khususnya Uni Eropa yang memberlakukan adanya persyaratan tambahan bagi produk
sawit yang akan masuk ke Uni Eropa,” kata Gubernur Sumut.
Dijelaskannya, di samping kualitas ada
tiga isu yang membebani produk sawit. Pertama kerusakan lingkungan seperti
perusakan hutan, pencemaran atau penggundulan hutan. Kedua isu perburuhan
seperti adanya tudingan tentang rendahnya taraf hidup buruh di perkebunan
karena upah yang terlalu murah.
Ketiga, isu pekerja anak. Memperkerjakan
anak di perkebunan dinilai sebagai bentuk pencederaan hak asasi manusia (HAM)
anak.
“Jadi, ketiga isu ini harus diantisipasi
agar jangan melekat pada produk sawit nasional khususnya yang akan di ekspor ke
pasar internasional,” katanya.
Dikatakan Gubernur Sumut, perkebunan
kelapa sawit Sumut pada tahun 2018 mencapai 1.209.580,95 Ha dengan produksi
minyak sawit sebesar 18.631.570,76 ton. Areal sawit ini merupakan yang terbesar
kedua di Indonesia setelah Riau.
Oleh karena itu, lanjut dia, kondisi ini
mendorong pengembangan infrastruktur pedesaan, pusat ekonomi baru di pedesaan,
menyediakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan. Sayangnya, masih ada
isu-isu soal lingkungan, perburuhan dan memperkerjakan anak-anak.
Sebenarnya peraturan perundang-undangan
yang mengatur dan melindungi anak agar terbebas dari pekerjaan ilegal sudah
banyak disahkan misalnya UU Nomor 20 tahun 1999 tentang pengesahaan konvensi
ILO soal usia yang diperbolehkan bekerja. UU No.1 tahun 2000 tentang
pengesahaan konvensi IO 182 soal larangan dan tindakan bentuk pekerjaan
terburuk untuk anak, UU No.39 tahun 1999 dan UU 13 tahun 2003 soal
ketenagakerjaan.
Pada workshop kali ini dihadirkan
narasumber Sony Sucihati dari Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, Irfan Afandi
dari Internasional Labour Oganization (ILO), Asistant Manager Training &
TQM PT. Lonsum Adi Sumantri dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Utara Hj. Nurlela. (cok/ms)