Rencana Holdingisasi & Privatisasi Anak Usaha, SP Minta Tetap Dibawah PT PLN

Editor: mediaselektif.com author photo

MEDIASELEKTIF.COM - Serikat Pekerja di sektor ketenagalistrikan seperti Serikat Pekerja (SP) PLN, Persatuan Pegawai PT Indonesia Power (PP IP), dan Serikat Pekerja PT Pembangkitan Jawa Bali (SP PJB) menolak program holdingisasi dan privatisasi usaha-usaha ketenagalistrikan PT PLN (Persero) dan anak usahanya. 

Hal ini disampaikan secara bersama Ketua Umum SP PLN M Abrar Ali, Dwi Hantoro, Ketua Umum PP Indonesia Power dan Ketua Umum SP PJB

Agus Wibawa saat menggelar temupers secara daring, kemarin.

Dikatakan Abrar, saat ini ada upaya dari Kementerian BUMN untuk melakukan holdingisasi terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uang (PLTU). 

Kemudian melakukan privatisasi dengan cara menggabungkan beberapa BUMN dan anak perusahaan melalui pembentukan holding. Adapun BUMN dan anak perusahaannya tersebut PT. Pertamina Geothermal Energy, Unit PT. PLN (Persero) yaitu PLTP Ulebelu Unit #1 & #2; PLTP Lahendong Unit #1 s.d #4, PT Indonesia Power (Anak Perusahaan PT PLN (Persero) yaitu PLTP Kamojang Unit #1 s.d #3, PLTP Gunung Salak Unit #1 s.d #3, dan PLTP Darajat serta PT Geo Dipa Energi. 

"Masalahnya, rencana Holdingisasi PLTP ini akan menjadikan PT Pertamina Geothermal Energy (PT PGE) sebagai Holding Company-nya. Padahal kalau merujuk pada pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan putusan judicial review UU Ketenagalistrikan disebutkan untuk usaha ketenagalistrikan maka yang menjadi holding company-nya PT PLN (Persero). 

“Persoalannya, apakah yang dimaksud dengan perusahaan negara pengelola tenaga listrik hanyalah BUMN, dalam hal ini PLN, ataukah bisa dibagi dengan perusahaan negara yang lain, bahkan dengan perusahaan daerah (BUMD) sesuai dengan semangat otonomi daerah. Mahkamah berpendapat, jika PLN memang masih mampu dan bisa lebih efisien, tidak ada salahnya jika tugas itu tetap diberikan kepada PLN, tetapi jika tidak, dapat juga berbagi tugas dengan BUMN lainnya atau BUMD dengan PLN sebagai holding company," ungkapnya.

Dikatakannya, saat ini, rencana holdingisasi PLTU ini memasuki posisi pengumpulan data-data. Tetapi ditengarai hanya aset-aset PLTU yang ada di area di Pulau Jawa. Untuk informasi, biaya BPP pembangkitan daerah Jawa merupakan harga BPP tahun 2018 paling rendah yaitu di kisaran Rp. 984-989,-/kWh.

Terkait dengan rencana holdingisasi PLTPB maupun PLTU, bila bukan PT PLN (Persero) yang menjadi holding company-nya bilang Muhammad Abrar lagi, maka SP PLN Group tegas akan menolak karena berpotensi timbulnya pelanggaran terhadap makna penguasaan negara sesuai konstitusi.

Selain itu PT PLN (Persero) sampai saat ini telah terbukti menyediakan listrik secara affordable dan terjangkau bagi masyarakat.

“PT PLN (Persero) dan anak perusahaannya juga telah terbukti mampu mengoperasikan dan mengelola PLTPB selama 39 tahun (PLTPB Kamojang, Gunung Salak dan Darajat) dan hal ini dibuktikan dengan kinerja yang handal. Sehingga menjadi pertanyaan, kenapa induk holdingnya diserahkan ke pihak lain yang minim pengalaman dalam pengelolaan PLTP," tandasnya

Masih ditegaskan Muhammad Abrar Ali, Serikat pekerja di PLN Group juga menolak keras rencana Kementerian BUMN yang berniat untuk melakukan Privatisasi dengan cara IPO kepada usaha-usaha ketenagalistrikan yang saat ini masih dimiliki PT PLN (Persero) dan anak usahanya.

“Initial Publik Offering (IPO) adalah suatu kegiatan yang pada dasarnya menjual saham yang dimiliki suatu perusahaan kepada pihak lain (swasta). Dengan kata lain, ini adalah bentuk privatisasi atau masuknya kepemilikan privat (perorangan/badan) ke dalam saham perusahaan. Kebijakan memisahkan/melepas/mengambil Unit PT PLN (Persero) dan unit anak perusahaannya adalah bentuk pelanggaran konstitusi yang sangat kasar dan membabi buta. Merujuk pada Pasal 77 UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN, persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara, persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, serta persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.

Tenaga listrik termasuk ke dalam cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Tentu saja, tenaga listrik juga erat kaitannya dengan pertahanan dan keamanan negara," tutupnya seraya menyampaikan mereka juga menolak Keras rencana Kemeterian BUMN yang berniat untuk melakukan penjualan asset PLN melalui IPO dan mendukung program transformasi organisasi kementerian BUMN khususnya untuk mempercepat terbentuknya holdingisasi ketenagaslistrikan dengan menggabungkan seluruh aset-aset ketenagalistrikan yang ada di BUMN-BUMN lain menjadi holding company di bawah PT PLN (Persero). 

Mereka (SP PLN, PP IP dan SP PJB- red), lanjut Abrar, juga mendukung agar PT PLN (Persero) menjadi leader di sektor Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia sesuai fungsi di bentuknya PT PLN (Persero) dengan memberdayakan Putra dan Putri Bangsa Indonesia. (Ir/MSC)

Share:
Komentar

Berita Terkini