MEDIASELEKTIF.COM – Lembaga Independen
Pemerhati Pembangunan Sumatera Utara (LIPPSU) menyalahkan Kementrian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) Jakarta terkait sebutan Kota Medan, yang mendapat
nilai rendah (terkotor) dalam penilaian Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Yang salah Kementrian
KLHK itu la, merekalah yang menurut saya tidak aktif mendorong Pemerintah
Provinsi Sumut untuk menyediakan TPA Regional,” kata Direktur LIPPSU Azhar AM
Sinik (foto) didampingi Wakil
Direktur Partono Budy kepada pers di Medan, Jumat (18/1/2019) malam.
Tugas dan tanggungjawab itu tertuang
pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo
(Mebidangro), terutama pada ayat 2 huruf c bahwa instansi pelaksana
adalah pemerintah, dalam hal ini KLHK.
“Mereka yang seharusnya berhutang kepada
kita (Sumut). Artinya, jangan salahkan Kota Medan kalau kota ini dijuluki kota
terkotor, karena warga Medan belum memiliki TPA Regional yang mencerminkan
kawasan Mebidangro,” lanjut Sinik.
Terkait julukan kota terkotor, Sinik
mengherankan, sebutan disampaikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK) pada penyerahan Piala Adipura 2018 di Gedung Manggala Wanabakti,
Jakarta, Senin 14 Januari 2019 itu harusnya tidak disampaikan ke publik, karena
itu sama artinya dengan menampar muka sendiri.
Sejak Perpres dikeluarkan, harusnya
KLHK berjuang keras mendorong Pemprovsu dan jajarannya agar mengupayakan
pembuatan TPA Regional, mengingat peraturan itu mencantumkan bahwa keberadaan
TPA harus diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai
warisan dunia.
“LIPPSU sendiri pernah menyelenggarakan
sosialisasi Mebidangro di Medan beberapa waktu lalu, yang salahsatu fokusnya
meminta perhatian pemerintah pusat untuk mendorong percepatan TPA Regional agar
segera diwujudkan di Deli Serdang,” ujarnya.
Sikap Keberatan
Menyinggung tentang lambannya pembuatan
TPA Regional, menurut Sinik, terjadi karena adanya sikap keberatan Pemkab Deli
Serdang melalui Kepala Bappedanya, Irman Dj Oemar ketika itu, yang tidak
berkenan kawasannya dijadikan TPA Regional.
Dan masalah tersebut menjadi
berlarut-larut hingga akhirnya TPA Regional dibangun di Kelurahan Terjun, Medan
Marelan, Medan. TPA ini dianggap tidak layak lagi dijadikan pembuangan sampah
karena lokasinya yang bersinggungan dengan lingkungan warga dan sarana dan
prasarana umum lainnya.
Jika memang ini
disepakati sebelum dibuat TPA Regional permanen, maka perlu keterpaduan langkah
semua pihak. Dalam rilis yang disampaikan ke media, terdapat 10 kota terkotor,
salah satunya Medan secara khusus dan resmi, dengan penilaian berdasarkan bobot
yang ditentukan, salah satunya paling utama adalah pengelolaan TPA.
Dalam penilaian TPA,
Medan mendapat penilaian rendah karena masih menggunakan open dumping bukan sanitary landfill.
Untuk itu, Direktur LIPPSU Azhari AM
Sinik meminta Gubsu Edy Rahmayadi untuk proaktif mensinkronkan langkah dengan
pemerintah pusat dan memanggil Organisasi Perangkat Daerah (OPD), termasuk
Bupati dan Walikot terkait, agar duduk satu meja, guna mempercepat
pembuatan TPA Regional. Selama ini, menurut Sinik, upaya tersebut tidak
intensif dilakukan gubernur sebelumnya.
Selain itu, Sinik juga meminta Walikota
Medan terus berkordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dengan
fokus memberdayakan masyarakat di 21 kecamatan agar tetap menjaga lingkungan
dan jangan membuang sampah sembarangan.
“Perlu dicari
langkah-langkah terukur agar pengelolaan sampah yang sekarang dilakukan di TPA
Terjun tidak lagi menggunakan sistem open dumping — yaitu sampah dibuang begitu
saja di TPA tanpa dilakukan pengelolaan lebih lanjut – menjadi sanitary landfill, yakni sistem
pengelolaan (pemusnahan) sampah dengan cara membuang dan menumpuk sampah
di lokasi cekung, memadatkannya, dan kemudian menimbunnya dengan tanah. (REL/MS)