Pertahunnya Ditemukan 1.200 Kasus Karsinoma Nasofaring 

Editor: mediaselektif.com author photo
MEDIASELEKTIF.COM - Masyarakat rentan mengidap penyakit karsinoma nasofaring di mana pertahunnya ditemukan 1.200 kasus di Indonesia. Penyakit ini lebih banyak menyerang pria separuh baya di mana tingkat penderitanya 2,3 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita.

Demikian Prof Dr dr Farhat MKed(ORL-HNS), Sp.T.H.T.K.L(K) dalam pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) di Gelanggang Mahasiswa USU, Senin (17/2/2020).

Pengukuhan dilaksanakan dalam Rapat Terbuka Senat Akademik dihadiri Rektor USU Prof Dr Runtung Sitepu SH MHum, didampingi Ketua Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara Prof Dr dr Gontar Alamsyah Siregar Sp.PD-KGEH.

Prof Farhat merupakan salah seorang dosen tetap pada Departemen Telinga, Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran USU, yang saat ini juga menjabat sebagai Sekretaris Universitas untuk periode 2016-2021 pada perguruan tinggi tersebut.

Pria kelahiran 16 Maret 1970  bergelar Konsultan di bidang Onkologi Bedah Kepala Leher dari Kolegium Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia pada tahun 2011 dan meraih gelar Doktor pada tahun 2014.

Selain itu, anak pertama dari enam orang bersaudara dari pasangan almarhum Drs Abdul Azis dan Syarifah Farida, saat ini juga menjabat sebagai Ketua Pusat Unggulan Iptek Karsinoma Nasofaring Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai ketua umum perhimpunan bagi dokter spesialis THT-KL di seluruh Sumatera Utara.

Dalam kesempatan itu, Prof Farhat, menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul “Pemeriksaan Polimorfisme Gen dan Ekspresi Protein sebagai Upaya Identifikasi, Faktor Risiko, Prognosis, Pertimbangan Terapi dan Pencegahan Karsinoma Nasofaring”.

Menurutnya, karsinoma nasofaring relatif dialami pada usia rata-rata sekitar 50 tahun di mana, penyakit ini yang memiliki mortalitas tinggi karena keterlambatan diagnosis.

Keganasan

"Karsinoma nasofaring merupakan salah satu keganasan yang unik dengan distribusi geografis yang jelas. Karsinoma nasofaring memiliki insidensi yang tinggi di Cina Selatan, Asia Tenggara, Afrika Utara, Asia Tengah dan daerah Arktik serta merupakan penyakit yang jarang ditemui di bagian dunia lainnya. Insidensi paling tinggi terdapat di Asia Tenggara, yaitu 6,4/100.000 pada pria dan 2,4/100.000 pada wanita," paparnya.

Dikatakannya, di Indonesia, insidensi karsinoma nasofaring menyerang 8,3/100.000 pada pria dan 3,0/100.000 pada wanita.

Sebelumnya, pada bagian awal pidato pengukuhannya ia menjelaskan beberapa tahun terakhir terapi karsinoma nasofaring mulai mengarah ke terapi target yang menghambat jalur kanker spesifik dan molekul, yang berperan dalam pertumbuhan dan progresi kanker. Terapi tersebut antara lain seperti cetuximab yang merupakan antibodi monoklonal untuk Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR), yang merupakan salah satu faktor pertumbuhan yang berperan dalam perkembangan tumor.

Terapi lain Beacizumab yang merupakan antibodi monoklonal yang secara spesifik berikatan dan menghambat VEGF sehingga menghambat angiogenesis tumor. Kombinasi beacizumab dengan agen kemoterapi meningkatkan kerja apoptosis kemoterapi.

"Hal ini menunjukkan kemungkinan kombinasi target terapi dengan kemoterapi dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring," paparnya.

Beberapa terapi molekular lain merupakan terapi gen, imunoterapi dan terapi adoptif. Selain membantu dalam terapi, penggunaan biomarker dapat digunakan sebagai faktor prognostik karsinoma nasofaring.

Pasien dengan ekspresi negatif VEGF dan JAK2 menunjukkan waktu bertahan hidup yang lebih panjang dibandingkan pasien dengan ekspresi positif VEGF dan JAK2.

Di sela kesibukan rutinnya mengajar dan melaksanakan tugas sebagai Sekretaris Universitas, saat ini ia juga bergiat sebagai Editor in Chief pada International Journal of Nasopharyngeal Carcinoma dan Reviewer pada Medical Journal of Indonesia.(Irn/MSC)

Share:
Komentar

Berita Terkini