MEDIASELEKTIF.COM - Tanggal 25 November adalah Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Internasional. Hari itu diakui secara resmi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1999, dengan tujuan membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap pelanggaran hak-hak perempuan. Mengapa langkah ini dianggap perlu?
Rumah dianggap sebagai tempat perlindungan yang aman bagi
seseorang. Namun, gambaran yang indah ini berubah dengan cepat. Kekerasan dalam
keluarga, termasuk kekerasan terhadap istri dan anak-anak,khususnya anak-anak
perempuan, menjadi berita di seluruh dunia. Dan memang tindakan kekerasan terhadap
perempuan merupakan problem yang tidak kunjung teratasi.
Misalnya catatan tahunan periode 2022 dari Komnas Perempuan
menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2021, ada 338.496 kasus kekerasan terhadap
perempuan. Jumlah ini naik dari 226.062 kasus di tahun 2020 (Komnas Perempuan,
2022a,2022b).
Apa saja penyebab kekerasan terhadap perempuan? Di beberapa
budaya, memukul perempuan dianggap normal. Misalnya, riset dari Pusat Riset
Masyarakat dan Budaya – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan
bahwa di Indonesia, budaya patriarkat masih kuat, di mana pria dianggap lebih
tinggi dan perempuan dianggap lebih rendah. Kuatnya masalah patriarkat yang ada
di masyarakat juga menyebabkan para korban malu dan takut untuk melaporkan
tindakan kekerasan yang mereka alami.
Apa pun penyebabnya, kekerasan terhadap perempuan tidak bisa
diterima. Lalu apa yang bisa dilakukanperempuan jika mengalami kekerasan?
Artikel ”Bantuan bagi Wanita yang Teraniaya” di situs web jw.org mengungkapkan
bahwa beberapa perempuan yang teraniaya mungkin perlu mencari bantuan dari
pihak berwenang. Dengan minta bantuan dari polisi, pelaku kekerasan akan sadar
bahwa tindakannya ini sangat serius dan tidak bisa ditoleransi. Pelaku
kekerasan harus bertanggung jawab atas tindakannya.
Namun,apakah melaporkan tindak kekerasan saja sudah cukup?
Artikel ”Bantuan bagi Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)” di situs yang
sama menjelaskan bahwa mereka bisa mencari dukungan emosi kepada sahabat atau
keluarga yang bisa dipercaya. Dengan menceritakan perasaan kepada orang-orang yang
menyayangi mereka, korban bisa dibantu untuk mengatasi perasaan sedih dan
tertekan.
Namun jika perasaan trauma masih muncul, artikel tersebut
menyebutkan bahwa mereka bisa mencari bantuan lain seperti dokter, perawat,
atau tenaga profesional lainnya.
Artikel-artikel ini telah membantu sejumlah perempuan korban
kekerasan. Salah satunya mengatakan, ”Rasanya tak ada kata lagi untuk
mengungkapkan penghargaan saya atas artikel ’Bantuan bagi Wanita yang
Teraniaya’. Saya adalah seorang korban kekerasan dalam rumah tangga, dan bahkan
sewaktu
saya melaporkannya kepada yang berwajib tentang apa yang
menimpa saya, saya tetap yakin bahwa tidak seorang pun dapat memahami dan
meringankan rasa sakit, penderitaan, dan kepedihan saya yang dalam yang tak
sanggup saya redakan dengan cara apa pun. Artikel ini melukiskan perasaan saya
dengan tepat.”Banyak artikel di jw.org menyediakan informasi berguna bagi
perempuan yang mengalami kekerasan baik secara fisik, seksual, dan psikologis.
Artikel-artikel tersebut tersedia untuk dibaca dan didownload secara gratis di
jw.org, situs web resmi Saksi-Saksi Yehuwa.(Rel/MSC)