MEDIASELEKTIF.COM - Kegiatan "Ngobrol Bareng Legislator" diselenggarakan pada tanggal 25 April 2024 atas kerjasama Dirjen Aptika Kemenkominfo dan Komisi I DPR RI. Dalam kegiatan ini, para pemangku kepentingan membahas masalah yang semakin meresahkan terkait fenomena pinjaman online di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, praktik pinjaman online telah menjadi tren yang mengkhawatirkan, menciptakan masalah baru bagi masyarakat.
Data dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa utang masyarakat Indonesia terus meningkat, dengan sebagian besar utang berasal dari pinjaman konsumen, termasuk pinjaman online. Tingginya suku bunga dan praktik penagihan yang tidak manusiawi membuat masyarakat semakin terjebak dalam lingkaran utang yang sulit untuk dilepaskan.
Meskipun telah ada upaya dari pemerintah dan otoritas terkait untuk mengatur industri pinjaman online, regulasi yang ada masih terbatas dan belum cukup efektif dalam melindungi konsumen. Hal ini meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap praktik-praktik penipuan dan eksploitasi yang dilakukan oleh perusahaan pinjaman online yang tidak bertanggung jawab.
Selain berdampak pada aspek keuangan, praktik pinjaman online juga dapat memiliki dampak psikologis dan sosial yang serius bagi masyarakat. Terjebak dalam lingkaran utang dapat meningkatkan tingkat stres dan kecemasan, serta memicu terjadinya masalah dalam hubungan sosial dan keluarga.
Dalam menghadapi masalah ini, peran legislator menjadi sangat penting dalam merumuskan kebijakan yang dapat melindungi konsumen dari praktik-praktik pinjaman online yang merugikan. Selain itu, pendidikan keuangan juga menjadi kunci dalam mengatasi masalah pinjaman online. Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya pengelolaan keuangan yang bijak dan cara menghindari praktik-praktik yang merugikan.
H. Anton Sukartono Suratto, M.Si selaku anggota Komisi I DPR RI dalam keynote speech nya mengatakan bahwa Pemerintah melalui OJK bekerja sama dengan Kominfo telah melakukan upaya pencegahan timbulnya kerugian dan korban dari pelaku pinjol ilegal, dalam bentuk komunikasi publik.
“Saya juga mengusulkan kepada pemerintah untuk menurunkan suku bunga harian pinjol setiap tahunnya, syukur-syukur pada dua tahun mendatang suku bunga harian pinjol bisa dibawah 0,1%. Suku bunga harian pinjol yang tinggi selain meresahkan masyarakat juga dapat berpotensi melanggar ketentuan dalam UU no 5 th1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,” kata Anton.
Solusi terhadap masalah pinjaman online tidak dapat dicapai hanya melalui upaya pemerintah atau legislatif semata. Diperlukan kolaborasi yang erat antara pemerintah, legislator, sektor swasta, dan masyarakat dalam mengatasi masalah ini secara holistik.
Dr. Siti Tuti Alawiyah, S.S., M. Hum selaku Akademisi Universitas Nasional mengatakan bahwa fenomena mudahnya melakukan pinjaman online ini adalah dikarenakan adanya Critical Thinking dan Problem Solving.
“Krisis critical thinking di sini adalah kurangnya berpikir kritis pada era sekarang, berpikir kritis dan juga kecakapan mengatasi masalah. Memang kita semua sudah familiar dengan gadget, bahkan ada statement yang menyatakan: saya tidak bisa hidup tanpa gadget, gadget itu hidup umur kedua saya, menjadi semacam senjata buat saya,” ucap Tuti.
Sependapat dengan itu, Nico Harared selaku Praktisi menambahkan bahwa kebanyakan kalangan yang menjadi korbang pinjaman online adalah kalangan Gen-Z. Hal ini disebabkan karena adanya fenomena Fomo (Feared of Missing Out).
“Karena anak muda itu bekerja dan masalahnya gajinya kurang cukup. Jadi ada beberapa fenomena yang saya lihat bahwa ternyata anak-anak muda ini merasa gajinya kurang cukup, sehingga yang terjadi adalah mereka sulit bekerja, mereka bekerja lalu hidupnya sulit, kerja tetapi gajinya kurang lalu banyaknya kegiatan dan keinginan-keinginan yang tentunya di luar ataupun mimpi-mimpi mereka,” kata Nico.
Kegiatan "Ngobrol Bareng Legislator" diharapkan dapat menjadi platform yang efektif untuk membahas tantangan dan solusi terkait praktik pinjaman online. Melalui kolaborasi antara legislator dan masyarakat dari berbagai kalangan, diharapkan akan tercipta pemahaman yang lebih baik tentang isu ini serta merumuskan langkah-langkah konstruktif menuju penyelesaian yang berkelanjutan.(Rel/MSC)