Prof Syawal Gultom: Dibutuhkah Karakter Daya Juang dan Kreativitas Berpikir Kritis

Editor: mediaselektif.com author photo

MEDIASELEKTIF.COM - Dalam meniti karir era pandemi ini harus memiliki dua karakter diri yakni daya juang dan kreativitas berpikir kritis. Jika kedua karakter diri ini dimiliki semua alumni Unimed, pasti ada jalan untuk hidup sukses sebab manapun ia berkarir dipastikan akan cenderung berhasil dari pada gagal. 

Demikian Ketua Senat Universitas Negeri Medan Prof Dr Syawal Gultom MPd saat menyampaikan orasi ilmiah melalui daring di Unimed, Rabu (2/12/2020). 

Menurutnya, tidak ada kesulitan apapun yang akan menghalangi kecuali daya juang sudah melemah. Hanya daya juang yang memerdekakan negeri ini, bukan senjata dan bukan pula teknologi. 

"Karena itu belajar dan berkacalah pada kultur yang kita miliki, yaitu daya juang," katanya. 

Pertanyaan krusial yang menggelitik adalah bagaimana bisa survive pada pekerjaan baru di masa depan sementara untuk pekerjaan yang sekarang masih berada pada seputaran isu tidak siap bekerja, tidak relevan dan lain sebagainya. 

Disamping kompetensi yang telah dimiliki sekarang, kompetensi apa yang sebenarnya kurang memadai tetapi perlu untuk dieksplorasi dan diasah lebih mendalam lagi. 

Ia menyebutkan, Covid-19 telah mengubah seluruh tatanan dominan hidup. Mengubah cara berpikir, cara berinteraksi yang akhirnya berdampak pada kesehatan, pendidikan, ekonomi, agama, sosial, budaya dan seluruh lini peradaban manusia.

Sejatinya, pandemi seperti ini sudah pernah terjadi sebelumnya. 

"Cara berpikir seperti ini yang sangat relevan untuk dimiliki dalam rangka menyongsong berbagai perubahan yang akan terus terjadi, baik tuntutan kebutuhan maupun lompatan teknologi yang dapat saja berkembang atas kreasi umat manusia. Pertanyaan yang amat sangat krusial setelah menjadi lulusan Diploma, S1, S2 atau S3, kemampuan apa yang secara terus relavan diasah dan dimiliki sehingga tangguh menghadapi masa depan," katanya. 

The 4 C’s and The 6 C’s harus dikembangkan di mana 4 C (Critical Thinking, Comunication,  Collaboration dan Creativity) menunjukkan bahwa kreativitas terjadi dari interaksi yang solid antara berpikir tingkat tinggi, keandalan berkomunikasi dan kegigihan untuk bekerja sama. 

Formula konstruktif ini menunjukkan proses pembentukan ke empat keterampilan ini memerlukan hirarkhi dan dilakukan sedini mungkin. 

Berpikir tingkat tinggi yang telah dibakukan sebagai warisan terpenting pendidikan akan sangat menentukan kualitas kehidupan beragama, bersosial, berdemokrasi, berbangsa dan bernegara. 

Bila menggunakan penalaran algoritmis, kemiskinan itu bermula dari cara berpikir yang berujung pada cara bekerja.  Untuk lebih memantapkan kreativitas berkembang maka perlu didukung C5 (Computational Thinking) dan C6 (Compassion). 

Computational thinking terdiri dari abstraction (focus pada informasi penting, abaikan detail yang tidak relevan), algorithm (kembangkan solusi- Langkah demi Langkah-atau aturan untuk menyelesaikan masalah), pattern recognition (cari kesamaan diantara dan di dalam masalah), decomposing (urai masalah atau sistem yang kompleks kedalam bagian yang lebih kecil sehingga lebih mudah ditemukan akar masalahnya).

Dikatakannya, di Indonesia kemiskinan itu sangat kontradiktif dengan potensi alam seperti yang ditulis Deputy Risbang Ristekbrin di mana tahun 2020 Indonesia berpotensi sebagai nomor 1 penghasil kelapa sawit terbesar dunia 465.000 ton, nomor 2 penghasil karet terbesar dunia 2,80 juta ton,  penghasil timah terbesar dunia 102.000 ton. 

Selanjutnya nomor 3 penghasil beras terbesar dunia 35,8 jutaton, penghasil nikel terbesar dunia 229.000 ton, penghasil kakao terbesar dunia 545.000 ton, nomor 4 penghasil kopi terbesar dunia 465.000 ton.

Berikutnya Indonesia juga berada peringkat 6 output pertanian terbesar dunia US$ 60 milyar, penghasil batubara terbesar dunia: 141,1 jutaton, penghasil tembaga terbesar dunia 789.000 ton. 

Selain itu Indonesia juga memliki potensi keanekaragaman hayati yakni 16 persen spesies amfibi dan reptile dunia, 12 persen spesies mamalia dunia, 25 persen spesies ikan dunia, 17 persen spesies burung dunia, dan 10 persen spesies tanaman bunga dunia. 

Potensi yang luar biasa ini tidak serta merta memberi kesejahteraan bagi segenap rakyat sebab sesuai data BPS bahwa jumlah rakyat miskin masih mencapai 24,79 juta. 

Karena pergeseran dari Resource Driven Economy/ Efficiency Driven Economy Bangsa dengan “keterbatasan pengelolaan”  potensi IPTEK dan Inovasi menuju Innovation Driven Economy. 

Bangsa inovatif yang menguasai Iptek,  mandiri, dan berdaya saing global adalah peluang sekaligus tantangan ini. "Bagi wisudawan tentu memberi peluang untuk terus berinovasi dan secara langsung dapat memilih sektor yang berada dalam areal interest masing-masing," paparnya.

Penggerak utama dari pertumbuhan  ekonomi jangka panjang adalah tingginya  produktivitas, kemajuan inovasi, dan  peningkatan pendapatan riil yang juga akan memberi peluang bagi generasi untuk menata ulang seluruh kompetensi yang bersesuaian.

Indeks Inovasi Global Indonesia  (2019) yang berada pada posisi dua terendah se-ASEAN (negara tetangga di Asean tertinggi yakni Singapura dan Malaysia) juga kontradiksi dengan potensi anak-anak Indonesia, sebab itu eksplorasi dan pemanfaatan 6 C’s menjadi pilihan untuk menempatkan lulusan PT sebagai agent of economic development.

"Saya yakin seluruh wisudawan yang diwisuda saat ini dan seluruh alumni Unimed, dapat hidup sukses berkarir dimanapun, karena sesungguhnya kita Unimed telah memberikan bekal dan kompetensi yang cukup untuk berkarir di dunia kerja. Sebagai pendukung keberhasilannya adalah mari bentuk diri saudara semua untuk memiliki daya juang dan kreativitas berpikir kritis yang baik. Kedua karakter ini penting kita miliki dalam menghadapi tantangan global dan pesatnya persaingan dunia kerja," jelas Prof Syawal. (Irn/MSC)



Share:
Komentar

Berita Terkini