25 Tahun Mengabdi, "Tulang Hotman" Sang Penjaga Madrasah Kini Resmi Berstatus PPPK Kemenag

Editor: mediaselektif.com author photo

MEDIASELEKTIF.COM – Tak banyak orang yang memilih bertahan pada jalan pengabdian meski sempat dirundung ketidakpastian. Tetapi bagi Hotman Soleh, pengabdian di madrasah bukan sekadar pekerjaan melainkan bagian dari hidupnya. 

Lebih dari dua dekade ia mengabdikan diri di lingkungan Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 1 Padang Lawas, hingga akhirnya resmi dilantik sebagai PPPK Tahap 2 Non Optimalisasi Kementerian Agama pada formasi Penata Layanan Operasional.

Lahir dan tumbuh di Sibuhuan, Hotman menempuh pendidikan di SD 2 Sibuhuan (1990), kemudian melanjutkan ke MTsN Sibuhuan (1994), dan menamatkan MA di MAN Sibuhuan (1997). 

Dari Riwayat pendidikannya dapat disimpulkan satu hal bahwa madrasah bukanlah tempat asing baginya, melainkan rumah kedua baginya.

Berawal Pada Tahun 1998 dan masih berstatus lajang, ia mulai mengabdikan diri di MTsN Sibuhuan yang Kini dikenal dengan nama MTsN 1 Padang Lawas. 

Namun, seperti kebanyakan pemuda yang ingin meningkatkan taraf hidup, ia sempat memutuskan meninggalkan madrasah dan merantau ke Jakarta. 

Realitas ibukota ternyata tak selalu seindah cerita. Di sana ia tidak menemukan hal yang sesuai mimpinya. Ia pun pulang dan kembali ke tanah kelahiran yang telah membesarkannya.

Tak lama berselang, madrasah tempat ia memulai perjalanan kembali memanggilnya. Ia menerima. Dan sejak itu, ia seakan mengunci hati untuk tetap tinggal. 

Hingga kini, 25 tahun telah ia lalui dalam pengabdian tanpa jeda.

Saat kembali, tugasnya sederhana, membantu pemeliharaan fasilitas dan dukungan teknis. 

Namun seiring waktu, tanggung jawab itu bertambah. Ia dipercaya menjaga keamanan madrasah baik dari ancaman dalam maupun luar. Tak jarang, ia harus menghadapi berbagai situasi yang berisiko, mulai dari mencegah oknum luar yang menjadikan area madrasah tempat berpasangan pada malam hari, hingga menangkal penyusup yang berniat mencuri.

“Kalau malam saya tetap berjaga. Ada saja yang ingin masuk dan merusak,” ungkapnya sembari mengenang.

Cerita-cerita mengenai aksi pencurian yang berhasil ia gagalkan menjadi penanda kesiapannya menjaga aset madrasah dari hal yang sekecil apa pun. 

Karena intensitas tugas yang ia emban begitu tinggi, Hotman memilih tinggal di kawasan madrasah. Keputusan itu bukan sekadar soal kedekatan tempat, tetapi wujud totalitas pengabdian. 

Dari situlah ia juga kemudian membuka kantin madrasah yang ia kelola sendiri sejak dulu hingga kini. Sebuah ruang kecil yang bukan hanya menopang ekonomi keluarganya, tetapi juga menjadi bagian dari denyut kehidupan madrasah.

Pagi hari, ia menyambut warga madrasah. Ia membantu menertibkan siswa dalam apel pagi, mengawasi siswa yang terlambat atau keluar saat jam pelajaran, bahkan menjadi penengah ketika terjadi perselisihan. 

Saat madrasah mengadakan kegiatan besar, seperti peringatan Hari Kemerdekaan, ia turun tangan menata panggung dan dekorasi. Ia tak pernah meminta peran khusus. Namun madrasah memberinya kepercayaan lebih, hingga pada akhirnya ia resmi diangkat menjadi Petugas Keamanan Madrasah.

Mengapa bertahan begitu lama? Hotman menjawab sederhana, namun mendalam. “Madrasah ini sudah menjadi bagian dari diri saya," ungkapnya.

Ia tumbuh bersama warga madrasah, guru, tenaga kependidikan, hingga murid-murid yang silih berganti setiap tahun. Hubungan kedekatannya begitu erat, hingga banyak orang mengenalnya di luar madrasah.

“Ke mana pun saya pergi, banyak yang mengenal. Itu kebahagiaan tersendiri,” ujar sosok yang akrab disapa Tulang Sedunia ini.

Suasana kekeluargaan adalah nafas yang menghidupinya. Mereka saling membantu, saling menasihati, dan mencari solusi bersama. Inilah kebersamaan yang mengikatnya, menjadikannya yakin bahwa pengabdiannya bernilai.

Namun perjalanan itu tak selalu mulus. Dulu, sebagian orang memandang sebelah mata kerja kerasnya. 

Keterbatasan sarana juga membuat pengabdiannya tak selalu maksimal.Tapi waktu mengubah banyak hal. Perlahan, kehadirannya diakui. Perannya dihargai.

Pengabdian panjang Hotman tak pernah luput dari perhatian warga madrasah. Bagi mereka yang menyaksikan perjalanan sehari-harinya, Hotman bukan sekadar pegawai atau rekan kerja ia adalah sosok yang melebur dalam denyut kehidupan MTsN 1 Padang Lawas.

Kepala MTsN 1 Padang Lawas, Hj. Mahyarni Junida Nasution, S.Pd., M.A, bahkan menyebut kehadirannya sebagai bagian penting dari perjalanan institusi yang ia pimpin. 

Menurutnya, sulit membayangkan madrasah tanpa figur yang selama bertahun-tahun menjaga lingkungan sekolah, menyapa siswa setiap pagi, menangani masalah teknis, hingga memastikan keamanan dan ketertiban tetap terjaga.

“Bapak Hotman bukan hanya petugas, ia adalah bagian dari jiwa madrasah ini. Kesetiaannya selama lebih dari dua dekade adalah teladan tentang arti pengabdian yang sesungguhnya. Ia menjaga madrasah ini seolah menjaga rumahnya sendiri,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa ketulusan Hotman tidak dapat dibayar dengan apapun selain dengan doa dan penghormatan lembaga. 

“Saya menyaksikan sendiri bagaimana beliau bekerja tanpa pamrih menjaga keamanan, membantu kegiatan, bahkan tinggal di lingkungan madrasah demi memastikan semuanya berjalan baik. Pelantikan sebagai ASN adalah apresiasi yang sangat pantas,” tambahnya.

Sebagai salah satu alumni yang kini mengabdi di MTsN 1 Padang Lawas, Awal Hasibuan, S.Kom memiliki kedekatan tersendiri dengan sosok Hotman. Sejak masih menjadi siswa, ia mengenal Hotman sebagai figur yang setia menjaga madrasah dan warganya dengan penuh ketulusan. Baginya, Hotman bukan sekadar pegawai, tetapi bagian penting dari perjalanan madrasah yang tumbuh bersama dinamika zaman.

“Sejak saya menjadi siswa hingga kini menjadi guru di sini, beliau sudah seperti orang tua bagi saya. Cara beliau membimbing selalu tulus, hangat, dan membuat kami merasa diperhatikan,” ujarnya.

Kedekatan itu membawanya pada keyakinan bahwa nilai pengabdian bukan diukur dari jabatan, melainkan dari hati yang ikhlas memberikan yang terbaik tanpa pamrih. Ia menuturkan bagaimana masyarakat madrasah menjuluki Hotman sebagai Tulho alias Tulang Sedunia karena kebaikan dan kesediaannya membantu siapa saja kapan pun diperlukan.

Sebutan “Tulho” sendiri merupakan singkatan dari “Tulang Hotman.” Dalam budaya Batak Mandailing, kata “tulang” adalah sebutan kekerabatan yang digunakan untuk menyapa sosok paman (abang atau adik dari ibu). Istilah ini bukan sekadar panggilan hormat, tetapi juga mencerminkan kedekatan, tempat meminta nasihat, dan figur yang dihormati dalam keluarga maupun komunitas.

Karena kebaikan dan kedekatannya dengan warga madrasah, panggilan Tulang Hotman melekat dan kemudian berkembang menjadi Tulho, hingga dikenal luas sebagai “Tulang Sedunia.”

“Kami di madrasah mengenalnya sebagai Tulho alias Tulang Sedunia. Julukan itu bukan tanpa alasan. 

Beliau selalu siap membantu siapa saja, kapan saja, tanpa banyak bicara. Ketulusannya membuat semua orang merasa dekat,” ungkapnya.

Begitu mendengar kabar kelulusan Hotman sebagai PPPK Tahap 2 Kementerian Agama, Ia memberi ucapan selamat dengan rasa syukur dan kebanggaan. Baginya, pencapaian itu adalah bentuk penghargaan atas pengabdian panjang yang telah diberikan Hotman bagi madrasah tercinta.

“Alhamdulillah, kelulusan beliau sebagai PPPK adalah hadiah atas pengabdian panjangnya. Sosok sebaik beliau akhirnya mendapat pengakuan yang layak. Kami semua sangat bangga,” tutupnya.

Menjadi ASN bukan cita-cita yang pernah ia bayangkan. Ia bekerja tanpa memikirkan gelar maupun status, dan hanya fokus menjalankan tanggung jawab menjaga madrasah. 

Namun Tuhan menulis takdir lain. Dengan ketulusan, pengabdian, dan doa banyak orang di sekelilingnya, ia berhasil lulus seleksi PPPK Tahap 2 Non Optimalisasi Kemenag pada formasi Penata Layanan Operasional di MTsN 1 Padang Lawas.

Baginya, ini bukan sekadar pencapaian pribadi. Ini adalah hadiah atas kesabaran dan perjalanan panjang yang ia lalui.

Dengan status baru sebagai ASN, Hotman bertekad meningkatkan kemampuan diri agar dapat menjalankan amanah dengan lebih baik. 

“Saya akan belajar lagi agar bisa menjalankan tugas dengan maksimal,” tekadnya.

Kepada rekan-rekannya yang masih berjuang, ia berpesan“Tetap semangat. Jalankan tugas dengan tanggung jawab. Berikan yang terbaik untuk madrasah dan siswa. Anggaplah madrasah ini bagian dari diri kita," ucapnya.

Kisah Hotman Soleh bukan hanya tentang keterikatan pada sebuah institusi. Ini adalah kisah tentang cinta, kesetiaan, dan keteguhan hati. Dari ruang sederhana yang sering diabaikan orang, ia menunjukkan bahwa pengabdian adalah mata air yang tak pernah kering.

Berawal dari penjaga madrasah, pengelola kantin, penata fasilitas, hingga Penata Layanan Operasional yang kini berstatus ASN, ia tetap membawa semangat yang sama dalam mengabdi sepenuh hati untuk madrasah yang telah membesarkannya.

Kisah ini adalah pengingat bahwa jalan kesuksesan dapat datang dari mana saja, termasuk dari lorong kecil madrasah yang sering luput dari perhatian. Yang diperlukan hanyalah ketulusan, keteguhan, dan keyakinan bahwa setiap kebaikan akan kembali pada waktunya.(Rel/MSC)

Share:


Komentar

Berita Terkini