MEDAN - Udara gerah belakangan ini yang melanda Kota Medan meski cuaca mendung disebabkan radiasi matahari yang terperangkap efek rumah kaca di Bumi.
Demikian Akademisi Kesehatan Lingkungan USU Dr dr Taufik Ashar kepada wartawan ketika ditemui di Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU, Senin (30/9/2019).
Menurutnya, hal ini diperparah dengan masuknya asap kiriman dari kebakaran hutan di Riau dan Jambi ke Kota Medan sehingga semakin menghangatkan udara di Sumut khususnya Kota Medan.
Dikatakannya, selama ini radiasi matahari yang tembus ke bumi, begitu tiba lalu dipantulkan lagi ke udara.
Namun karena efek rumah kaca ditambah adanya awan kabut asap menyebabkan pantulan radiasi terperangkap di Bumi.
Radiasi yang biasanya terpantul keudara kembali memantul ke bumi berulang ulang. "Akibatnya udara menjadi memanas dan gerah meski ada awan yang menutupi mentari," ungkapnya. Ia juga menjelaskan, kabut asap yang sampai dan mengepung Kota Medan juga membentuk awan terdiri dari polutan seperti sulfur dioksida, nitrogen dioksida, ozon kemudian polutan lainnya.
Dari bagian padat itulah debu hasil dari pembakaran yang mungkin kita duga ini berasal dari kebakaran di Provinsi Riau maupun Jambi yang sudah sampai ke tempat kita ini.
"Jadi ada bagian padat dan ada bagian gas untuk bagian gas ini yang menciptakan gumpalan awan atau kabut itu, menyebabkan radiasi matahari dari luar bumi itu bisa menembus kumparan awan itu atau gumpalan kabut.
Namun energi semakin berkurang ketika akan balik memantul kalau tidak ada awan atau tidak ada kabut, maka radiasi panas yang dipantulkan kembali ke luar angkasa," paparnya sembari menyampaikan sehingga panas radiasi matahari itu tidak akan bertahan. Tetapi karena ada kabut ada awan ia akan tertahan kemudian balik lagi ke bumi sehingga menyebabkan suhu semakin meningkat jadi walaupun matahari itu tidak kelihatan.
Kondisi
Terkait dengan kondisi Kota Medan saat in yang paling objektif itu kalau kita melihat dari hasil pemantauan dari institusi yang berkompeten di bidang itu.
Beberapa data ditampilkan dari BMKG Kota Medan-Deli Serdang ini untuk per 23- 24 September lalu, untuk kualitas partikulat meter partikel terdeteksi itu kisarannya dari 153,1 hingga 160, 3 itu dari pagi sampai malam baru tengah malam mulai pukul 24.00WIB sudah naik ke 202 mikrogram.
Artinya untuk pagi hari ketebalannya lebih tinggi dibandingkan siang, di mana ambang baku mutu untuk partikulat atau pmdn masih sehat kalau konsentrasinya di bawah 150 mikrogram per M3.
"Jadi selama dua hari (23-24/9) contohnya, sudah melewati baku mutu, artinya kualitas hari itu udara untuk Kota Medan-Deli Serdang itu tidak sehat," paparnya.
Dari 2 mikron debu kalau terhirup sama orang yang tidak menggunakan masker kalau sampai masuk ke paru-paru, bahkan sampai ke aliran darah, dampaknya itu akan ada iritasi di saluran pernapasan.
Jika melewati hidung bisa langsung flu mungkin nanti ke laring kemudian ke bronkus sampai ke paru-paru. "Kalau ia punya asma bisa kenal serangan asma bagi orang-orang yang punya riwayat asma," paparnya.
Kemudian buat ibu-ibu hamil, ungkapnya, hati-hati jika terpapar langsung dengan asap karena jika dihirup maka bisa masuk ke janin melalui plasenta akibatnya nanti perkembangan janin pun akan terhambat di otaknya.
"Ibu hamil yang terpapar asap Pasca terpapar atau polusi udara dikhawatirkan akan melahirkan anak yang mengalami gangguan kognitif 10 tahun kemudian," jelasnya sembari mengimbau masyarakat hendaknya menggunakan masker yang standar N95.(Irn/MSC)
Demikian Akademisi Kesehatan Lingkungan USU Dr dr Taufik Ashar kepada wartawan ketika ditemui di Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU, Senin (30/9/2019).
Menurutnya, hal ini diperparah dengan masuknya asap kiriman dari kebakaran hutan di Riau dan Jambi ke Kota Medan sehingga semakin menghangatkan udara di Sumut khususnya Kota Medan.
Dikatakannya, selama ini radiasi matahari yang tembus ke bumi, begitu tiba lalu dipantulkan lagi ke udara.
Namun karena efek rumah kaca ditambah adanya awan kabut asap menyebabkan pantulan radiasi terperangkap di Bumi.
Radiasi yang biasanya terpantul keudara kembali memantul ke bumi berulang ulang. "Akibatnya udara menjadi memanas dan gerah meski ada awan yang menutupi mentari," ungkapnya. Ia juga menjelaskan, kabut asap yang sampai dan mengepung Kota Medan juga membentuk awan terdiri dari polutan seperti sulfur dioksida, nitrogen dioksida, ozon kemudian polutan lainnya.
Dari bagian padat itulah debu hasil dari pembakaran yang mungkin kita duga ini berasal dari kebakaran di Provinsi Riau maupun Jambi yang sudah sampai ke tempat kita ini.
"Jadi ada bagian padat dan ada bagian gas untuk bagian gas ini yang menciptakan gumpalan awan atau kabut itu, menyebabkan radiasi matahari dari luar bumi itu bisa menembus kumparan awan itu atau gumpalan kabut.
Namun energi semakin berkurang ketika akan balik memantul kalau tidak ada awan atau tidak ada kabut, maka radiasi panas yang dipantulkan kembali ke luar angkasa," paparnya sembari menyampaikan sehingga panas radiasi matahari itu tidak akan bertahan. Tetapi karena ada kabut ada awan ia akan tertahan kemudian balik lagi ke bumi sehingga menyebabkan suhu semakin meningkat jadi walaupun matahari itu tidak kelihatan.
Kondisi
Terkait dengan kondisi Kota Medan saat in yang paling objektif itu kalau kita melihat dari hasil pemantauan dari institusi yang berkompeten di bidang itu.
Beberapa data ditampilkan dari BMKG Kota Medan-Deli Serdang ini untuk per 23- 24 September lalu, untuk kualitas partikulat meter partikel terdeteksi itu kisarannya dari 153,1 hingga 160, 3 itu dari pagi sampai malam baru tengah malam mulai pukul 24.00WIB sudah naik ke 202 mikrogram.
Artinya untuk pagi hari ketebalannya lebih tinggi dibandingkan siang, di mana ambang baku mutu untuk partikulat atau pmdn masih sehat kalau konsentrasinya di bawah 150 mikrogram per M3.
"Jadi selama dua hari (23-24/9) contohnya, sudah melewati baku mutu, artinya kualitas hari itu udara untuk Kota Medan-Deli Serdang itu tidak sehat," paparnya.
Dari 2 mikron debu kalau terhirup sama orang yang tidak menggunakan masker kalau sampai masuk ke paru-paru, bahkan sampai ke aliran darah, dampaknya itu akan ada iritasi di saluran pernapasan.
Jika melewati hidung bisa langsung flu mungkin nanti ke laring kemudian ke bronkus sampai ke paru-paru. "Kalau ia punya asma bisa kenal serangan asma bagi orang-orang yang punya riwayat asma," paparnya.
Kemudian buat ibu-ibu hamil, ungkapnya, hati-hati jika terpapar langsung dengan asap karena jika dihirup maka bisa masuk ke janin melalui plasenta akibatnya nanti perkembangan janin pun akan terhambat di otaknya.
"Ibu hamil yang terpapar asap Pasca terpapar atau polusi udara dikhawatirkan akan melahirkan anak yang mengalami gangguan kognitif 10 tahun kemudian," jelasnya sembari mengimbau masyarakat hendaknya menggunakan masker yang standar N95.(Irn/MSC)